Materi Psikologi Sosial : Teori Peran, Teori Pernyataan Harapan, dan Posmodernisme

A. Teori Peran (Role Theory) Walau Park menjelaskan dampak masyarakat atas
perilaku kita dalam hubungannya dengan peran, namun jauh sebelumnya
Robert Linton (1936), seorang antropolog, telah mengembangkan Teori
Peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi
aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh
budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran merupakan
pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam
kehidupan sehari-hari.














Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai
peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita,
dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai
dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia
adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus
mengobati pasien yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran
sosial.

Kemudian, sosiolog yang bernama Glen Elder (1975) membantu memper luas penggunaan teori peran. Pendekatannya yang dinamakan life-course
memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap
anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

b) Teori Pernyataan Harapan (Expectation-States Theory) Teori ini diperke nalkan oleh Joseph Berger dan rekan-rekannya di Universitas Stanford pada
tahun 1972. Jika pada teori peran lebih mengkaji pada skala makro, yaitu
peran yang ditetapkan oleh masyarakat, maka pada teori ini berfokus pada
kelompok kerja yang lebih kecil lagi. Menurut teori ini, anggota-anggota
kelompok membentuk harapan-harapan atas dirinya sendiri dan diri ang gota lain, sesuai dengan tugas-tugas yang relevan dengan kemampuan me reka, dan harapan-harapan tersebut mempengaruhi gaya interaksi di antara
anggota-anggota kelompok tadi.

Sudah tentu atribut yang paling berpen garuh terhadap munculnya kinerja yang diharapkan adalah yang berkaitan
dengan ketrampilan kerjanya. Anggota-anggota kelompok dituntut memiliki
motivasi dan ketrampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas
kelompok yang diharapkan bisa ditampilkan sebaik mungkin.
Bagaimanapun juga, kita sering kekurangan informasi tentang kemampuan
yang berkaitan dengan tugas yang relevan, dan bahkan ketika kita memiliki
informasi, yang muncul adalah bahwa kita juga harus mendasarkan harapan
kita pada atribut pribadi dan kelompok seperti : jenis kelamin, ras, dan usia.
Dalam beberapa masyarakat tertentu, beberapa atribut pribadi dinilai lebih
penting daripada atribut lainnya. Untuk menjadi pemimpin, jenis kelamin
kadang lebih diprioritaskan ketimbang kemampuan.

Di Indonesia, untuk
menjadi presiden, ras merupakan syarat pertama yang harus dipenuhi. Berger
menyebut gejala tersebut sebagai difusi karakteristik status; karakteristik
status mempengaruhi harapan kelompok kerja. Status laki-laki lebih tinggi
dibanding perempuan dalam soal menjadi pemimpin, warganegara pribumi
asli lebih diberi tempat menduduki jabatan presiden. Difusi karakteristik
status tersebut ( jenis kelamin, ras, usia, dan lainnya) dengan demikian,
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap interaksi sosial.

c) Posmodernisme (Postmodernism)
Baik teori peran maupun teori pernyataan-harapan, keduanya menjelaskan
perilaku sosial dalam kaitannya dengan harapan peran dalam masyarakat
kontemporer. Beberapa psikolog lainnya justru melangkah lebih jauh
lagi. Pada dasarnya teori posmodernisme atau dikenal dengan singkatan
POSMO merupakan reaksi keras terhadap dunia modern. Teori
Posmodernisme, contohnya, menyatakan bahwa dalam masyarakat
modern, secara gradual seseorang akan kehilangan individualitas-nya
- kemandiriannya, konsep diri, atau jati diri. (Denzin, 1986; Murphy,
1989; Dowd, 1991; Gergen, 1991) . Dalam pandangan teori ini upaya kita
untuk memenuhi peran yang dirancangkan untuk kita oleh masyarakat,
menyebabkan individualitas kita digantikan oleh kumpulan citra diri yang
kita pakai sementara dan kemudian kita campakkan.
Berdasarkan pandangan posmodernisme, erosi gradual individualitas muncul
bersamaan dengan terbitnya kapitalisme dan rasionalitas.

Faktor-faktor ini
mereduksi pentingnya hubungan pribadi dan menekankan aspek nonper sonal. Kapitalisme atau modernisme, menurut teori ini, menyebabkan manu sia dipandang sebagai barang yang bisa diperdagangkan - nilainya (harganya)
ditentukan oleh seberapa besar yang bisa dihasilkannya.
Setelah Perang Dunia II, manusia makin dipandang sebagai konsumen dan
juga sebagai produsen. Industri periklanan dan masmedia menciptakan citra
komersial yang mampu mengurangi keanekaragaman individualitas. Keprib adian menjadi gaya hidup. Manusia lalu dinilai bukan oleh kepribadiannya
tetapi oleh seberapa besar kemampuannya mencontoh gaya hidup.

Intinya, teori peran, pernyataan-harapan, dan posmodernisme memberikan
ilustrasi perspektif struktural dalam hal bagaimana harapan-harapan ma syarakat mempengaruhi perilaku sosial individu. Sesuai dengan perspektif
ini, struktur sosial - pola interaksi yang sedang terjadi dalam masyarakat -
sebagian besarnya pembentuk dan sekaligus juga penghambat perilaku indi vidual. Dalam pandangan ini, individu mempunyai peran yang pasif dalam
menentukan perilakunya. Individu bertindak karena ada kekuatan struktur
sosial yang menekannya.

Makalah Psikologi Sosial
Materi Psikologi Sosial
Penjelasan Psikologi
Rangkuman kuliah Psikologi
Pengertian, Tujuan, Teori, dan Manfat

0 Comments for "Materi Psikologi Sosial : Teori Peran, Teori Pernyataan Harapan, dan Posmodernisme"

Back To Top