Zaman Modern
Zaman modern ditandai dengan penemuan dalam bidang ilmiah. Benua
Eropa dipandang sebagai basis perkembangan ilmu pengetahuan. Slamet dan
Imam Santoso (Soemargono 1984: 65) mengemukakan tiga sumber kemajuan,
yaitu (1) hubungan Islam dan Semenanjung Iberia dengan negara-negara Perancis.
Para pendeta Perancis banyak belajar di Spanyol dan kembali menyebarkan ilmu
pengetahuan yang diperolehnya, (2) Perang Salib (1100-1300) yang terulang
sebanyak enam kali menjadikan tentara Eropa menyadari kemajuan negara negara Islam, dan (3) jatuhnya Istambul ke tangan bangsa Turki pada tahun
1453 sehingga para pendeta dan sarjana mengungsi ke Italia dan negara-negara
di Eropa. Mereka menjadi pionir perkembangan ilmu di Eropa.
Tokoh yang terkenal dalam masa ini adalah Rene Descartes. Ia mewariskan
suatu metode berpikir yang menjadi landasan berpikir dalam ilmu pengetahuan
modern. Langkah berpikir menurutnya ialah (1) tidak menerima apa pun
sebagai hal yang benar, kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu memang benar,
(2) memilah-milah masalah menjadi bagian yang terkecil untuk mempermudah
penyelesaiannya, (3) berpikir runtut dengan mulai dari suatu hal yang sederhana
ke hal paling rumit, serta (4) perincian yang lengkap dan pemeriksaan menyeluruh
supaya tidak ada yang terlupakan (Mutansyir dan Munir 2001: 134-135).
Setelah Galileo, Fermat, Pascal, dan Keppler berhasil mengembangkan
penemuan mereka dalam ilmu maka pengetahuan yang terpencar-pencar itu
jatuh ke tangan dua sarjana yang dalam ilmu modern memegang peran sangat
penting. Mereka adalah Isaac Newton (1643-1727) dan Leibniz (1646-1716).
Di tangan dua orang sarjana inilah sejarah ilmu modern dimulai.
Newton, sekalipun ia menjadi pimpinan sebuah tempat pembuatan uang
logam di Inggris, ia tetap menekuni dalam bidang ilmu. Lahirnya teori Gravitasi,
perhitungan Calculus dan Optika merupakan karya besar Newton. Teori Gravitasi
Newton dimulai ketika muncul persangkaan penyebab planet tidak mengikuti
pergerakan lintas lurus, apakah matahari yang menarik bumi atau antara bumi
dan matahari ada gaya saling tarik-menarik.
Persangkaan tersebut kemudian dijadikan Newton sebagai titik tolak untuk
spekulasi dan perhitungan-perhitungan. Namun, hasil perhitungan itu tidak
memuaskan Newton, semua persangkaan dan perhitungan lalu ditangguhkan.
Baru kira-kira 16 tahun kemudian soal itu ditanganinya lagi, setelah ia berhasil
mengatasi beberapa hal yang ada pada awal penyelidikan belum disadarinya.
Teori Gravitasi memberikan keterangan, mengapa planet tidak bergerak lurus,
sekalipun kelihatannya tidak ada pengaruh yang memaksa planet harus mengikuti
lintasan elips. Sebenarnya pengaruhnya ada, tetapi tidak dapat dilihat dengan
mata dan pengaruh itu adalah gravitasi, yaitu kekuatan yang selalu akan timbul
jika ada dua benda yang saling berdekatan.
Berdasarkan teori Gravitasi dan perhitungan-perhitungan yang dilakukan
Newton, dapat diterangkan dasar dari semua lintasan planet dan bulan, pengaruh
pasang air samudra, dan lain-lain peristiwa astronomi, justru dalam lapangan
astronomilah ketepatan teori Gravitasi semakin meyakinkan sehingga tidak ada
lagi yang tidak percaya tentang adanya gravitasi ini.
Perhitungan kalkulus atau yang disebut juga diferensial/integral oleh
Newton di Inggris dan Leibniz di Jerman, terbukti sangat luas gunanya untuk
menghitung bermacam-macam hubungan antara dua atau lebih banyak hal yang
berubah, bersama dengan ketentuan yang teratur. Misalnya, kecepatan planet
mengelilingi matahari yang berbeda-beda sepanjang lintasan, menemukan
maksimal dan minimal dari suatu kurva, menemukan tambahan luas lingkaran
bila radius berubah sedikit sekali, dan lain sebagainya (Ibid: 89). Setelah kalkulus
ditemukan, banyak sekali perhitungan dan pemeriksaan ilmiah dapat diselesaikan,
sebelumnya tinggal problematik saja. Tanpa kalkulus, ilmu matematika tidak
dapat berkembang seperti sekarang ini.
Penemuan ketiga yang mendasari ilmu alam adalah pemeriksaan Newton
mengenai cahaya dan lazim disebut Optika. Dengan mempertimbangkan bahwa
cahaya masuk melalui lensa, sedangkan bagian perifer lensa mendekati bentuk
prisma sehingga cahaya perifer terbiasa menjadi pelangi yang disebut chomatic
aberration maka Newton membuat telescope tanpa lensa, ia menggunakan cermin
cekung yang berdasarkan pemantulan cahaya sehingga tidak terjadi pembiasan
(Ibid: 90).
Pada masa sesudah Newton, perkembangan ilmu selanjutnya berupa ilmu
kimia. Jika pada masa Newton, ilmu yang berkembang adalah matematika,
fisika, dan astronomi. Pada periode selanjutnya ilmu kimia menjadi kajian yang
amat menarik. Ilmu kimia tidak mulai dengan logika, aksioma, ataupun deduksi.
Semua permulaan ilmu kimia praktis berdasarkan percobaan-percobaan yang
hasilnya kemudian ditafsirkan. Pada permulaannya, semua percobaan bersifat
kualitatif. Joseph Black (1728−1799) dikenal sebagai pelopor dalam pemeriksaan
kualitatif, ia menemuka gas CO2 Ia melakukan pemanasan terhadap kapur.
Hawa yang keluar kemudian dialirkan melalui air kapur yang sudah disaring lebih
dahulu. Pada waktu hawa yang keluar dari kapur mengalir, air kapur yang jernih
menjadi keruh. Demikian pula Henry Cavendish (1731−1810) memeriksa gas
yang terjadi jika serbuk besi disiram dengan asam dan menghasilkan hawa yang
dapat dinyalakan. Sarjana lain yaitu Joseph Prestley (1733−1804), menemukan
sembilan macam hawa No dan oksigen yang antara lain dapat dihasilkan
oleh tanaman. Oksigen ini dapat “menyegarkan†hawa yang tidak dapat lagi
menunjang pembakaran. Antonie Laurent Lavoiser (1743−1794) jadilah sarjana
yang meletakkan dasar ilmu kimia sebagaimana yang kita kenal sekarang (Ibid:
93−94).
Berdasarkan penemuan Black, Cavendish, Priestley, dan lain-lain, Loveiser
melaksanakan percobaan yang didasarkan pada “timbangan†bahan-bahan
sebelum dan sesudahnya percobaan. Dengan demikian, dimulai menggunakan
pengukuran dalam lapangan kimia. Dengan kata lain, ia meninggalkan
percobaan yang hanya bersifat kumulatif dan berpindah ke lapangan yang bersifat
kuantitatif.
Di samping perkembangan ilmu kimia, zaman yang sama ditemukan
bermacam-macam mesin tanpa ada dasar ilmunya, melainkan atas dasar
percobaan, misalnya mesin uap yang kemudian mendasari kereta api, percobaan percobaan listrik, dan lain-lainnya. Penemuan-penemuan itu melandasi Revolusi
Industri (Industrial Revolution) terutama di Inggris, tetapi kemudian juga meluas
di seluruh Benua Eropa. Penemuan-penemuan empiris tentang kekuatan uap dan
penemuan lainnya kemudian dijadikan percobaan-percobaan dalam laboratorium.
Pemeriksaan itu akhirnya menghasilkan hukum-hukum dan rumus empiris yang
melandasi perkembangan teoretis selanjutnya (Ibid: 95).
Apabila penemuan ilmu kimia dan penemuan mesin-mesin pada awalnya
tidak langsung mempunyai hubungan dengan teori ilmu sebagaimana
dikembangkan oleh Galileo, Descartes, Keppler, Pascal, Newton, dan Leibniz,
perkembangan ilmu setingkat lebih maju daripada apa yang telah dicapai oleh
sarjana-sarjana yang telah disebut tadi.
Percobaan selanjutnya dilakukan oleh J.L. Proust (1754−1826) mengenai
atom. Dalam menganalisis oxyda dari berbagai logam, J.L. Proust sampai pada
pendapat bahwa perbandingan bahan-bahan yang ikut serta dalam proses tersebut
selalu tetap, demikian pula dengan sulfide dari logam. Sementara John Dalton
(1766−1844) yang mendapatkan ilham untuk menetapkan kesatuan (a unit)
untuk mencari keterangan tentang perbandingan yang selalu tetap. Dalam hal
ini, yang dijadikan kesatuan adalah hydrogenium. Berdasarkan penemuan dan
ketentuan ini, perbandingan berat hydrogenium lawan atom lain-lainnya disebut
berat atom (Ibid: 104).
Menurut Dalton, teori tentang atom terus dapat dipergunakan dalam
lapangan ilmu kimia, juga oleh Frederich wohler (1800−1882) untuk menemukan
sintesis urea pada tahun 1828. Pada sekitar tahun 1895, Henry Becquerel
(1852−1908), suami-istri Curie (1859−1906), dan J.J. Thompson (1897)
menemukan radium, logam yang dapat berubah menjadi logam lain, sedangkan
Thompson menemukan elektron. Dengan penemuan itu, runtuhlah pendapat
akan aksioma yang menyatakan bahwa atom adalah bahan terkecil yang tidak
dapat berubah dan yang bersifat kekal. Dengan penemuan ini, mulailah ilmu
baru dalam kerangka kimia-fisika, yaitu fisika nuklir yang pada zaman sekarang
dapat mengubah bermacam-macam atom (Ibid: 104).
Secara singkat dapat ditarik sebuah sejarah lengkap ilmu-ilmu yang lahir
pada saat itu. Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti
taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika. Di abad ke-9 lahir pharmakologi,
geofisika, geormophologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi. Abad ke-20
mengenal ilmu teori informasi, logika matematika, mekanika kwantum, fisika
nuklir, kimia nuklir, radiobiologi, oceanografi, antropologi budaya, psikologi,
dan sebagainya (Wibisono dkk. 1989: 210).
Sekitar tahun 1900 sampai tahun 1914 terjadi berbagai perubahan
berdasarkan teori kenisbian. Ada teori baru yang menyatakan bahwa ruang dan
waktu tidak lagi berpisah sebagaimana dipahami oleh ahli fisika sebelumnya.
Ruang dan waktu merupakan satu-kesatuan mutlak untuk memeriksa dan
menerangkan semua peristiwa.
Perlu diketahui pula bahwa pada zaman modern ini terjadi revolusi industri
di Inggris sebagai akibat peralihan masyarakat agraris dan perdagangan abad
pertengahan ke masyarakat industri modern dan perdagangan maju. Pada abad
inilah James Watt menemukan mesin uap (abad ke-18), alat tenun, serta Inggris
menjadi penghasil tekstil terbesar, kemudian diikuti Amerika Serikat dan Jepang
menjadi negara industri (Shadily, Vol. V: 2987).
Setelah abad ke-18 berakhir maka perkembangan ilmu modern selanjutnya
yaitu pada abad ke-19. Pada abad ini penemuan yang dianggap sebagai
penemuan abad tersebut adalah dengan ditemukannya planet Neptunus.
Sementara pada abad XX, secara garis besar terjadi perkembangan yang sangat
luas dalam beberapa bidang ilmu. Misalnya, ilmu pasti, ilmu kimia, ilmu fisika,
kimia organik, biokimia, ilmu astronomi, ilmu biologi, dan fisika nuklir. Di
samping ilmu-ilmu yang jelas bersifat kuantitatif tersebut, berkembang pula
ilmu-ilmu yang permulaannya bersifat kualitatif, seperti ekonomi, psikologi, dan
sosiologi. Perkembangan pesat dalam bidang astronomi pada abad XX ini seperti
ditemukannya planet terlahir, yaitu Pluto (1930) setelah abad sebelumnya, yaitu
abad XIX telah ditemukan planet Neptunus dengan didasari perhitungan yang
menggunakan sistem Newton. Dalam abad XX ini, pengetahuan diperluas. Kalau
dalam abad XIX tidak dapat diterangkan sumber energi matahari, sekarang dapat
diketahui bahwa energi tersebut terjadi berdasarkan perubahan atom yang zaman
sekarang menjadi tenaga nuklir (Santoso: 113−114)
Sejarah Filsafat Zaman Modern
Sejarah peradaban Zaman Modern
Makalah sejarah Filsafat Zaman Modern
Kehidupan dan sosial Zaman Modern
Pemikiran Zaman Modern
Sistem pemerintahan Zaman Modern
Ciri ciri Zaman Modern
Pembagian Zaman Modern
Latar belakang Zaman Modern
0 Comments for "Belajar Filsafat 7 : Zaman Modern"